Minggu, 19 April 2015

TAK SEHARMONI SEMUT

Bismillah, mulai nulis lagi. Mulai nyatet lagi. Mulai mendokumentasikan lagi uneg-uneg, pikiran-pikiran, inspirasi yang selama ini sering terlintas dan hilang sia-sia begitu saja. Entah kenapa berat rasanya untuk bisa membiasakan kembali tradisi menulis. Padahal sudah semestinya kebiasaan semacam ini harus diniscayakan meskipun yang niscaya hanya Allah Swt. hehe. Intine tidak ada kata terlambat lah. Mending tidak sekali dari pada tidak sama sekali (hora nyambung. wekawekaweka :D)

Kesempatan kali ini yang pengen aku tulis tentang kehidupan yang ada di sekitar lingkunganku Sebenarnya ini lebih pada kritik dan refleksi untuk saya sendiri. Saya tinggal di salah satu komplek perumahan di kota karanganyar, namanya Puri kahuripan. Sebuah perumahan yang super mewah, bener-benar Mepet Sawah. hehehe Tidak begitu tampak ada yang istimewa dari lingkungan perumahan tersebut kecuali situasi yang tenang dan damai. Yang pengen menyendiri, melepas penat setelah seharian bekerja saya rasakan tepat sekali. Saya saja betah untuk hanya sekedar 'mentelengi' laptop atau di depan layar kaca seharian penuh. Tidak ada bising mesin pabrik, suara lalulintas kemacetan motor apa lagi. 

Jauh sekali perbedaan situasi dan kondisi yang saya tempati saat ini dengan beberapa tahun lalu ketika saya sempat rihlah  mencari ilmu di jakarta. Tiada hari tanpa suara bising, tiada hari tanpa kemacetan, Mesin-mesin pabrik bersautan seolah saling menantang untuk beradu kebisingan. Rasanya hidup saat itu tertekan, hidup seolah lebih pendek dari jatah yang semestinya. Hehe lebay pol. Tapi memang betul. Yang saya amati, kehidupan di kota metropolitan memang tegang. Orang gampang tersulut emosi, individualis, dan hedonis. Hidup berasa berpacu dengan waktu dengan hawa kompetisi yang tinggi. Kala itu saya bertekad untuk hidup di kampung saja, biar bahagia n umur saya seseuai dengan jatahnya. hehe (guyon, ojo ditanggepi serius)

Situasi perumahan yang saya tempati saat ini, juga tidak sepenuhnya nyaman dan baik seperti yang saya katakan tadi, Sekalipun tenang dan menenangkan, ada satu hal yang menyolok dan menohok hari-hariku. Yaitu kehidupan yang tertutup dan individual. Umumnya penghuni perumahan adalah pekerja. Saya amati hampir seluruhnya bekerja baik suami ataupun istrinya. Jadi kalo pagi yang tersisa hanya ibu-ibu, mbok-mbok, emak-emak, atau babysitter yang menjaga rumah. Kecuali rumah yang saya tempati. Yang jaga makhluk lain (baca: binatang) seperti semut, kecoa, tikus, tokek, dll. haha gak lucu ah. Nanti ketika sekitar jam 4 sore mulai berdatangan dari tempat kerja masing-masing. Itupun langsung asik dengan kegiatan di dalam rumah. Relatif tidak ada aktifitas guyub, alias 'nonggo'. Buatku 'nonggo' tak selalu berkonotasi negatif. Tergantung niat dan tujuannya.

Individualisme di lingkungan tempat tinggal saya sangat tampak. Sebagai contoh, ketika ada salah satu keluarga yang melahirkan, tidak banyak yang tau bahkan tetangga yang bersebalahan saja juga nggak jenguk. Gak ada woro-woro, atau undangan pemberitahuan atau sekedar ngabari tonggo. Tau-tau udah punya anak aja, tiba-tiba gede, nggak tau prosesnya bagaimana. hehe. Coba kalau di kampung, pasti kabarnya sampai seantero kampung. Orang-orang berduyun-duyun 'nyambangi' dan kasih ucapan selamat. Malamnya pasti ada istilah jagong. Kegiatan bapak-bapak ngobrol santai nungguin si jabang bayi. Saya jadi mikir, bukankah tetangga itu sering kali lebih penting dan lebih bisa diandalkan daripada keluarga. Karena kita hidup tidak selalu dekat dengan keluarga. Jika iya pastilah keluarga jumlahnya terbatas. Kalau tetangga tak terbatas selama mau menjalin hubungan baik. 

Bukankah Rasul SAW. sering kali menjadikan syarat berbuat baik, guyub dengan tetangga sebagi penyempurna iman. Bukankah Beliau juga berpesan agara aroma masakan tidak tercium oleh tetangga, dan jika tercium maka sudah semestinya tetangga juga ikut menyicipinya. Mencari tempat tinggal tentu saja pertimbangannya adalah kenyamanan. Namun situasi sosial agamanya jauh lebih penting. Hidup harus harmoni, selaras, dan integrasi antara vertikal, dan horisontal, antara dunia dan akhirat karena pada hakikatnya dengan keselarasan dan dan keseimbanganlah hidup akan dinamis. 

Kdang saya mikir, hidupku dan kehidupan di sekelilingku taka seharmoni semut.
Puri Kahuripan, 20/04/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koleksi Karya Ulama Nusantara dalam Berbagai Bidang Keilmuan Dahulu hingga Kini

Sumber: https://nusantaranews.co/ Di bawah ini ada sekitar 184 link tempat download buku karya Ulama Nusantara dari klasik hingga k...